apakah anda menyukai blog ini

Kamis, 16 September 2010

Dormansi Biji

DORMANSI PADA BIJI


A.     TUJUAN PRAKTIKUM   : Mengatasi dormansi pada biji disebabkan oleh kulit biji yang keras secara mekanik dan kimia


B.     TINJAUAN TEORITIS

Perkecambahan pada dasarnya adalah pertumbuhan embrio atau bibit tanaman, sebelum berkecambah tanaman relatif kecil dan dorman. Perkecambahan ditandai dengan munculnya radicle dan plumule. Biasanya radicle keluar dari kulit benih, terus ke bawah dan membentuk sistem akar. Plumule muncul ke atas dan membentuk sistem tajuk. Pada tahap ini proses respirasi mulai terjadi. Cadangan makanan yang tidak dapat dilarutkan diubah agar dapat dilarutkan, hormon auxin terbentuk pada endosperm dan kotiledon. Hormon tersebut dipindah ke jaringan meristem dan digunakan untuk pembentukan sel baru dan membebaskan energi kinetik (Edmond et al., 1975).
Kualitas benih ditentukan antara lain oleh tingkat kemasakan biji yang dalam proses perkembangannya dipengaruhi oleh tingkat kemasakan buah. Benih yang berasal dari buah yang masih muda kualitasnya akan jelek, karena benih akan menjadi tipis, ringan, dan berkeriput apabila dikeringkan serta daya hidupnya sangat rendah. Dalam hal ini kemungkinan embrio belum berkembang sempurna dan cadangan makanan pada endosperm belum lengkap (Soetopo et al., 1989).
Perkecambahan (germination) merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa penting yang terjadi sejak benih dorman sampai ke bibit yang sedang tumbuh – tergantung pada variabilitas benih, kondisi lingkungan yang cocok dan pada beberapa tanaman tergantung pada usaha pemecahan dormansi. Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeabel dapat dirangsang dengan skarifikasi, yaitu pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Cara mekanik seperti pengamplasan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan (Harjadi, 1986).
Biji akan bekecambah setelah mengalami masa dorman yang disebabkan berbagai faktor internal, seperti embrio masih berbentuk rudiment atau belum masak (dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeabel, atau adanya penghambat tumbuh (Hidayat, 1995).
Dormansi merupakan fase istirahat dari suatu organ tanaman yang mempunyai potensi untuk tumbuh aktif, karena mempunyai jaringan meristem. Pada fase ini pertumbuhan organ tersebut hanya terhenti sementara. Perhentian sementara ini hanya dinilai secara visual.
Klasifikasi Dormansi Biji
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun pada embryo. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo.
Beberapa jenis biji tanaman memerlukan masa istirahat sesudah panen. After ripening period ini menunjukkan adanya perubahan biokimia dan fisiologis dalam biji yang lambat sebelum tumbuh menjadi tanaman. Perubahan – perubahan ini mungkin mencakup pembebasan hormone, absorpsi air, difusi oksigen ke dalam biji, difusi CO2 keluar dari biji, dan sebagainya ( Salisbury and Ross, 1995 ).
Dormansi dapat dibedakan menjadi endodormansi, paradormansi, dan ekodormansi. Endodormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang menyebabkan pengendalian pertumbuhan berasal dari sinyal endogen atau langsung lingkungan yan langsung diterima oleh organ itu sendiri. Paradormansi adalah dormansi dimana reaksi awal yang mengendalikan pertumbuhan berasal dari ( atau pertama diterima oleh ) organ selain organ yang mengalami dormansi. Sedangkan ekodormansi adalah dormansi yang disebabkan oleh satu atau lebih faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan metabolisme yang mengakibatkan terhentinya pertumbuhan (Lakitan, 1996).
Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori berdasarkan faktor penyebab, mekanisme dan bentuknya.

a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi

§ Imposed dormancy (quiscence): terhalangnya pertumbuhan aktif karena keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
§ Imnate dormancy (rest): dormancy yang disebabkan oleh keadaan atau kondisi di dalam organ-organ biji itu sendiri

b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji

·  Mekanisme fisik

Merupakan dormansi yang mekanisme penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri; terbagi menjadi:
- mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- fisik: penyerapan air terganggu karena kulit biji yang impermeabel
- kimia: bagian biji/buah mengandung zat kimia penghambat

·  Mekanisme fisiologis

Merupakan dormansi yang disebabkan oleh terjadinya hambatan dalam proses fisiologis; terbagi menjadi:
- photodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh keberadaan cahaya
- immature embryo: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi embrio yang tidak/belum matang
- thermodormancy: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu

c. Berdasarkan bentuk dormansi

Kulit biji impermeabel terhadap air/O2

  • Bagian biji yang impermeabel: membran biji, kulit biji, nucellus, pericarp, endocarp
  • Impermeabilitas dapat disebabkan oleh deposisi bermacam-macam substansi (misalnya cutin, suberin, lignin) pada membran.
  • Kulit biji yang keras dapat disebabkan oleh pengaruh genetik maupun lingkungan. Pematahan dormansi kulit biji ini dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanik.
  • Bagian biji yang mengatur masuknya air ke dalam biji: mikrofil, kulit biji, raphe/hilum, strophiole; adapun mekanisme higroskopiknya diatur oleh hilum.
  • Keluar masuknya O2 pada biji disebabkan oleh mekanisme dalam kulit biji. Dormansi karena hambatan keluar masuknya O2 melalui kulit biji ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pemberian larutan kuat.
Embrio belum masak (immature embryo)
  • Ketika terjadi abscission (gugurnya buah dari tangkainya), embrio masih belum menyelesaikan tahap perkembangannya. Misal: Gnetum gnemon (melinjo)
  • Embrio belum terdiferensiasi
  • Embrio secara morfologis sudah berkembang, namun masih butuh waktu untuk mencapai bentuk dan ukuran yang sempurna.
Dormansi karena immature embryo ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering. Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat dipatahkan dengan perlakuan temperatur tinggi dan pengupasan kulit. Dormansi dapat diatasi dengan perlakuan – perlakuan ; pemarutan atau penggoresan ( skarifikasi ) yaitu dengan cara menghaluskan kulit benih ataupun menggores kulit benih agar dapat dilalui air dan udara ; melemaskan kulit benih dari sifat kerasnya ; memasukkan benih ke dalam botol yang disumbat dan secara periodik mengguncang – guncangnya ; stratifikasi terhadap benih dengan suhu rendah ataupun suhu tinggi ; perubahan suhu ; dan penggunaan zat kimia.( Kartasapoetra, 2003 )

Biji membutuhkan suhu rendah

Biasa terjadi pada spesies daerah temperatur, seperti apel dan Familia Rosaceae. Dormansi ini secara alami terjadi dengan cara: biji dorman selama musim gugur, melampaui satu musim dingin, dan baru berkecambah pada musim semi berikutnya. Dormansi karena kebutuhan biji akan suhu rendah ini dapat dipatahkan dengan perlakuan pemberian suhu rendah, dengan pemberian aerasi dan imbibisi.
C iri-ciri biji yang mempunyai dormansi ini adalah:
- jika kulit dikupas, embrio tumbuh
- embrio mengalami dormansi yang hanya dapat dipatahkan dengan suhu rendah
- embrio tidak dorman pada suhu rendah, namun proses perkecambahan biji masih membutuhkan suhu yang lebih rendah lagi
- perkecambahan terjadi tanpa pemberian suhu rendah, namun semai tumbuh kerdil
- akar keluar pada musim semi, namun epicotyl baru keluar pada musim semi berikutnya (setelah melampaui satu musim dingin)

Biji bersifat light sensitive

Cahaya mempengaruhi perkecambahan dengan tiga cara, yaitu dengan intensitas (kuantitas) cahaya, kualitas cahaya (panjang gelombang) dan fotoperiodisitas (panjang hari).

Kuantitas cahaya

Cahaya dengan intensitas tinggi dapat meningkatkan perkecambahan pada biji-biji yang positively photoblastic (perkecambahannya dipercepat oleh cahaya); jika penyinaran intensitas tinggi ini diberikan dalam durasi waktu yang pendek. Hal ini tidak berlaku pada biji yang bersifat negatively photoblastic (perkecambahannya dihambat oleh cahaya).
Biji positively photoblastic yang disimpan dalam kondisi imbibisi dalam gelap untuk jangka waktu lama akan berubah menjadi tidak responsif terhadap cahaya, dan hal ini disebut skotodormant. Sebaliknya, biji yang bersifat negatively photoblastic menjadi photodormant jika dikenai cahaya. Kedua dormansi ini dapat dipatahkan dengan temperatur rendah.

Kualitas cahaya

Yang menyebabkan terjadinya perkecambahan adalah daerah merah dari spektrum (red; 650 nm), sedangkan sinar infra merah (far red; 730 nm) menghambat perkecambahan. Efek dari kedua daerah di spektrum ini adalah mutually antagonistic (sama sekali bertentangan): jika diberikan bergantian, maka efek yang terjadi kemudian dipengaruhi oleh spektrum yang terakhir kali diberikan. Dalam hal ini, biji mempunyai 2 pigmen yang photoreversible (dapat berada dalam 2 kondisi alternatif):
§ P650 : mengabsorbir di daerah merah
§ P730 : mengabsorbir di daerah infra merah
Jika biji dikenai sinar merah (red; 650 nm), maka pigmen P650 diubah menjadi P730. P730 inilah yang menghasilkan sederetan aksi-aksi yang menyebabkan terjadinya perkecambahan. Sebaliknya jika P730 dikenai sinar infra merah (far-red; 730 nm), maka pigmen berubah kembali menjadi P650 dan terhambatlah proses perkecambahan.

Photoperiodisitas

Respon dari biji photoblastic dipengaruhi oleh temperatur:
·        Pemberian temperatur 10-200C : biji berkecambah dalam gelap
·        Pemberian temperatur 20-300C : biji menghendaki cahaya untuk berkecambah
·        Pemberian temperatur >350C : perkecambahan biji dihambat dalam gelap atau terang
Kebutuhan akan cahaya untuk perkecambahan dapat diganti oleh temperatur yang diubah-ubah. Kebutuhan akan cahaya untuk pematahan dormansi juga dapat digantikan oleh zat kimia seperti KNO3, thiourea dan asam giberelin.

Dormansi karena zat penghambat

Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah soumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit biji maupun daging buah.
Perkecambahan biji yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi – pengubahan kulit biji untuk membuatnya menjadi permeable terhadap gas – gas dan air. Ini dapat tercapai dengan bermacam teknik, cara – cara mekanik termasuk tindakan pengempelasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 100˚ C efektif untuk benih “ honey locust ”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 ( Harjadi, 2002 ).

C.            ALAT DAN BAHAN
Bahan yang digunakan adalah biji saga (Abrus precatorius), biji Flamboyan, aquadest, HCl  5%, air panas, kapas,
 Alat-alat yang diperlukan adalah beaker glass, pengaduk kaca, petridish, batu kikir, pipet tetes, hot plate, kertas label, pinset.

D.           PROSEDUR KERJA
Langkah- langkah cara kerja praktikum :
1.      a. Kikir / asah biji pada bagian yang jauh dari embrio sampai kelihatan        kotiledonnya, kemudian masukkan ke dalam petridish yang telah berisi kapas lembab.
b. Panaskan air, kemudian setelah mendidih masukkan biji ke dalam air, dan biarkan sampai air dingin, lalu angkat dan letakkan biji ke dalam Petridish yang sudah diisi dengan kapas lembab,
c. Rendam biji dengan air destilat selama 1 jam, kemudian letakkan di cawa Petri yang telah diisi kapas lembab.
d. Buatlah masing – masing labelnya, dan letakkan di tempat gelap pada suhu kamar,
e. Amati setiap hari selama 7 – 10 hari , catat perkembangannya .

2.      Letakkan kapas lembab ke dalam Petridish,
a.   Petridish yang pertama kapas direndam dengan aquades,
b.   Petridish yang kedua  kapas direndam dengan aquades + 3 ml HCl 5%,
c.   Kemudian letakkan ke dalam masing – masing petridish biji saga dan biji flamboyan.
d.   Letakkan ditempat yang gelap pada suhu kamar, amati setiap hari samapi 7 – 10 hari catat perkembangannya.

E.            HASIL DAN PENGAMATAN

F.             PEMBAHASAN
o          Mekanisme fisik
1.      Biji yang dikikir
Pada biji saga perlakuan mekanis untuk melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air atau gas. Dari data hasil praktikum biji saga mulai menggembung pada hari ke 2 setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji saga, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
Pada biji flamboyan perlakuan mekanis juga telah melemahkan kulit biji yang keras sehingga lebih permiabel terhadap air dan gas. Dari data hasil praktikum pada biji flamboyan ditemukan adanya jamur sedangkan pada biji saga tidak ditemukan. Dan menurut Sastramihardja fungi (jamur) dapat mematahkan dormansi. Pada hari ke 2 menggembung setelah perlakuan hal ini menunjukkan air dan gas telah mematahkan dormansi pada biji flamboyan, dan pada hari yang ketiga radikula dan plumula sudah keluar ke permukaan.
2.      Biji yang direndam dalam air panas
Pematahan dormansi dengan perlakuan suhu yang tinggi dapat mematahkan dormansi ( biji direndam dengan air yang baru mendidih sampai air menjadi dingin kembali). Pada biji saga maupun flamboyan perlakuan diatas tidak mematahkan dormansi, tetapi pada biji flamboyan akibat adanya suhu kejutan tersebut terjadi perubahan pada struktur membran biji, sehingga embrio menjadi rusak dan biji mengalami pembusukan.
3.      Biji yang direndam dengan air destilat selama 1 jam
Pada perlakuan dengan direndam air destilat selam 1 jam merupakan tehnik yang umum dilakukan pada benih yang akan disemaikan. Tetapi pada biji saga dan biji flamboyant hal tersebut kurang berpengaruh terhadap pematahan dormansi.
Pada percobaan yang telah dilakukan dengan merendam biji saga dan flamboyan pada air destilat. Setelah diamati selama 7 hari pada biji flamboyant mulai ditumbuhi jamur karena permukaan kulit flamboyant menjadi lembab sementara pada biji saga tidak berpengaruh sama sekali.
 
o          Mekanisme kimia

1.      Media yang dibasahi dengan Aquades
Pada biji saga dan flamboyan yang disemaikan di media yang dibasahi dengan aquades tidak terjadi perubahan secara signifikan, hanya pada biji flamboyan  ditemukan adanya jamur dalam jumlah yang sedikit sementara pada biji saga tidak terjadi perubahan.
2.      Media yang dibasahi dengan Aquades dan HCl 5%
Penggunaan HCl merupakan senyawa asam kuat yang memungkinkan biji dapat berkecambah dengan cepat karena dirangsang dari sifat asam larutan tersebut. Khususnya pada biji yang berkulit keras, Pada larutan yang diberikan pada biji juga berbeda – beda. Pada biji saga belum terjadi pematahan dormansisampai hari terakhir pengamatan.
Sedangkan pada biji flamboyant belum terjadi perkecambahan tetapi ditemukan jumlah jamur yang cukup banyak.

G.           KESIMPULAN
1.      Dormansi pada biji saga dengan perlakuan fisik mempercepat pematahan dormansi.
2.      Perendaman biji dengan air destilat memerlukan waktu yang cukup lama untuk mematahkan dormansi pada biji saga dan biji flamboyant.
3.      Perendaman dengan air yang baru mendidih atau dengan kejutan suhu harus disesuaikan dengan jenis biji agar tidak terjadi kerusakan pada embrio.
4.      Penggunaan larutan HCl 5% untuk mematahkan dormansi harus disesuaikan dengan kadar konsentrasi larutannya.

H.           DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, S. S. 1986. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.

Hidayat, E.B. 1995. Anatomi Tumbuhan Berbiji. ITB Bandung, Bandung

Kuswanto, H.1996. Teknologi, Produksi, dan Statifikasi benih. (www.kompas.com). Diakses tanggal 26 November 2007.

Siregar, H.M. dan N.W. Utami. 1994. Perkecambahan biji kenari babi (Canarium decumanum Gaertn). Buletin Kebun Raya Indonesia 8 (1): 25-29

Soetopo, L., Ainurrasyid, dan Sesanti B. 1989. Pengaruh kualitas benih terhadap pertumbuhan dan produksi lombok besar (Capsicum annum L.). Agrivita 12 (1): 34-37

Wawo, A.H. 1981. Lamtoro sebagai pupuk hjau. Buletin Kebun Raya Indonesia 5 (2): 33-36

Anonim, 2010, Dormansi Biji dan Benih, http:// gosipsoup.blogspot.com/, diakses pada tanggal 24 Agustus 2010 pukul 11 :00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar